Panglima Besar Jenderal Sudirman |
Pada hari Senin Pon bulan Maulud tahun 1334 Hijriah di Dukuh Rembang, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga lahirlah seorang anak laki-laki yang kemudian diberi nama Soedirman. Dia lahir di rumah kediaman Asisten E\Wedana (Camat) R. Cokrosunaryo. Sejak bayi tersebut masih dalam kandungan ibunya telah disepakati menjadi anak dari Camat R. Cokrosunaryo. Ayah dari anak tersebut bernama Karsid Kartawiraji dan Ibunya bernama Siyem. Sejak kecil Soedirman diasuh dan dididik oleh R. Cokrosunaryo. Dua tahun kemudian keluarga Karsid Kartawiraji mempunyai putra lagi seorang anak laki-laki dan diberi nama Mokhamad Samingan.
Setelah pension dari jabatannya sebagai Asisten Wedana, R. Cokrosunaryo tidak menetap di Rembang, Purbalingga. Keluarga R. Cokrosunaryo berikut keluarga Karsid Kartawiraji pindah ke Cilacap dan menetap di kampong Manggisan. Pada tahun 1923, Soedirman dimasukkan ke sekolah HIS (Holland Inlandsche School) di Cilacap. Kemudian masuk ke sekolah Taman Siswa. Pendidikannya dilanjutkan ke Sekolah MULO (Middelbar Uitgebreid Lagere Onderwijs) atau saat ini Sekolah Lanjutan Pertama di Wiworo Tomo Cilacap sampai tamat. Sejak di MULO Wiworo Tomo ini Soedirman dididik oleh Suwarjo Tirtosupono, seorang lulusan Akademi Militer Breda yang tidak ingin dilantik sebagai Opsir KNIL, tetapi memilih terjun ke pergerakan nasional. Dia dipercayai memimpin MULO Wiworo Tomo di Cilacap.
Di samping kegiatan di sekolah, remaa Soedirman aktif dalam organisasi kepanduan (Pramuka) Hizbul Walthon (HW) yang diasuh oleh Muhammadiyah. Ia sangat aktif dalam organisasi ini. Dalam berbagai jamboree yang diadakan ia turut aktif mengambil bagian. Ia dikenal sebgaai pemuda yang penuh tanggung jawab, cakap, tangkas bermasyarakat dan disegani oleh teman-temannya. Peranan yang menonjol ini menumbuhkan kepercayaan dari kawan-kawannya. Semula Soedirman sebagai anggota biasa kepanduan HW, meningkat menjadi pimpinan untuk daerahnya dan kemudian menjadi pimpinan persatuan kepanduan Karisedenan Banyumas Tengah yang waktu itu meliputi daerah Jawa Tengah dan Priangan Timur. Dalam organisasi pemuda ia diberi kepercayaan pula sebagai Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah.
Sudirman yang aktif dalam kepanduan HW dan Pemuda Muhammadiyah itu kemudian mendapat kepercayaan untuk mendidik siswa HIS Muhammadiyah. Dia merasa terpanggil jiwanya mengemban tugas dengan penuh tanggung jawab untuk mendidik bangsanya yang masih berada dalam kungkungan penjajah. Ia menyadari bahwa ternyata pendidikan sangat penting karena tanpa adanya pendidikan sukar bangsanya untuk mencapai kemerdekaan.
Sebagai seorang guru, pergaulan beliau dengan sesame rekan pendidik penuh dengan pengertian, saling hormat-menghormati dan harga-menghargai sehingga tercapailah hubungan yang harmonis. Keberhasilan dalam tugas dan hubungan yang baik itu membuahkan kepercayaan dari pimpinan dan juga sesame rekan pendidik. Guru-guru pada sekolah tersebut memilih Sudirman untuk menduduki jabatan Kepala Sekolah. Pendapat para guru itu sejalan dengan pendapat pimpinan Lembaga Pendidikan Muhammadiyah, maka beliau diangkat sebagai Kepala Sekolah HIS Muhammadiyah.
Pada tahun 1936 pemuda Sudirman memasuki lembaran baru dalam hidupnya. Ia menikah dengan gadis Alfiah, puteri dari R. Sastroatmojo, yakni seorang pedagang yang terpandang di daerah Plasen, Cilacap. Alfiah adalah teman sekolah di perguruan Wiworo Tomo. Sudirman sebagai siswa MULO Wiworo Tomo sedangkan Alfiah duduk di tingkat HIS. Keduanya sama-sama aktif dalam organisasi Pemuda Muhammadiyah. Dari perkawinan ini, Tuhan memberikan karunia 7 orang putera dan puteri.
Menjelang pecahnya Perang Pasifik yaitu pada tahun 1941, pemerintah Hindia Belanda menyadari bahwa api peperangan yang telah berkobar di daratan Eropa akan menjalar ke Asia. Pemerintah Hindia Belanda membentuk Inhemse Militaire. Kepada rakyat mulai diberi penerangan serta latihan cara menghadapai bahaya udara . untuk keperluan itu dibentuklah LBD (Lunht Bescherming Diens) atau Penjagaan Bahaya Udara yaitu suatu badan keamanan yang tugasnya membantu dan menertibkan masyarakat di dalam menghadapi bahaya udara. Tokoh Sudirman memasuki Badan Penjagaan Bahaya Udara ini dan ditunjuk sebagai Kepala Sektor LBD Cilacap. Dalam mengemban tugasnya, beliau sering berkeliling member penerangan kepada rakyat umum tentang cara-cara menyelamatkan diri apabila terjadi serangan udara di daerahnya. Pos-pos penjagaan didirikan setiap 1 km dengan dilengkapi kentongan yang dijaga oleh anggita LBD. Di setiap kantor, sekolahan, pabrik dan tempat umum lainnya dibangun lubang perlindungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar